Kamis pagi seperti biasanya ibu sudah sibuk didapur, mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat sarapan, rencananya hari itu ibu akan membuat mie goreng makanan kesukaan abang dan abah, setelah siap semua bahan ibu kemudian menyalakan kompor gas untuk mulai memasak, olala rupanya gasnya habis, tidak sedikitpun ada api yang keluar, dengan kecewa ibu mengurungkan niatnya membuat mie goreng. Ugh padahal dirumah lagi tidak ada roti, jadi sarapannya apa dong..? bathin ibu bingung.
Akhirnya pagi itu keluarga somantri sarapan hanya dengan segelas susu saja.
Jam 8 pagi, ibu, abang, dan adek terlihat sudah berpakaian rapi, pagi itu ibu memang berencana berobat ke medical clinic yang berada di pasir ridge, jauh sih, tapi mau gimana lagi, semenjak tanggal 1 Januari 2008, kartu berobat yang biasanya bisa dipakai untuk berobat ke berbagai rumah sakit yang bekerjasama dengan perusahaan tempat abahnya kerja tidak berlaku lagi, jadi terpaksa ibu harus berangkat ke pasir ridge lebih awal, menghindari macet sepanjang Jalan Sudirman.
Sampai di klinik jam menunjukan angka 9, waktu yang ditempuh lebih lama dari sebelumnya, karena ibu harus mampir dibeberapa toko untuk membeli beberapa bekal makanan dan minuman buat abang dan adek. Saat itu juga ibu langsung daftar ke resepsionis. Beberapa pasen (bapak-bapak) terlihat asyik ngobrol satu sama lain diruang tunggu. Satu persatu bapak-bapak itu mulai dipanggil oleh dokter yang akan memeriksanya. Abang dan adek tampak senang berada ditempat itu, mereka asyik berlari kesana kemari, sambil sesekali memperhatikan ikan-ikan kecil dalam aquarium diruangan tersebut.
Jam 10 ibu masih belum dipanggil, padahal ibu merasa sudah mulai bosan, tapi belum ada tanda-tanda ibu akan dipanggil, sementara orang yang berobat semakin bertambah, ugh...
Iseng-iseng ibu tanya pada pegawai resepsionis tentang hal itu, tapi si ibu resepsionis cuman menjawab, sabar, tunggu dipanggil aja, file nya sudah masuk koq. Fhh.. sudahlah... rupanya ibu harus belajar bersabar, seperti yang dikatakan si ibu itu.
Setengah jam berlalu, ruang tunggu semakin lengang oleh pengunjung, sesekali orang keluar masuk ruangan, tapi ibu masih belum dipanggil juga, "mas, saya koq belum dipanggil juga yah..? padahal sudah 1 jam lebih, mungkin file saya belum masuk ke meja dokter kali, ini pertama kali saya berobat" tanya ibu pada resepsionis satunya lagi. "maaf ya bu, dokter yang meriksa cuman satu, dan yang diutamakan pegawai dulu" jawabnya sambil tersenyum ramah.
Oh... nasib ! sampai kapan ibu dan anak-anak menunggu..??? Sementara pasen pegawai terus berdatangan. Sungguh tidak adil bathin ibu kesal, kepala ibu terasa berdenyut-denyut jadinya.
Iseng-iseng ibu tanya pada pegawai resepsionis tentang hal itu, tapi si ibu resepsionis cuman menjawab, sabar, tunggu dipanggil aja, file nya sudah masuk koq. Fhh.. sudahlah... rupanya ibu harus belajar bersabar, seperti yang dikatakan si ibu itu.
Setengah jam berlalu, ruang tunggu semakin lengang oleh pengunjung, sesekali orang keluar masuk ruangan, tapi ibu masih belum dipanggil juga, "mas, saya koq belum dipanggil juga yah..? padahal sudah 1 jam lebih, mungkin file saya belum masuk ke meja dokter kali, ini pertama kali saya berobat" tanya ibu pada resepsionis satunya lagi. "maaf ya bu, dokter yang meriksa cuman satu, dan yang diutamakan pegawai dulu" jawabnya sambil tersenyum ramah.
Oh... nasib ! sampai kapan ibu dan anak-anak menunggu..??? Sementara pasen pegawai terus berdatangan. Sungguh tidak adil bathin ibu kesal, kepala ibu terasa berdenyut-denyut jadinya.
11.15 dokter yang bertugas akhirnya memanggil nama ibu, bergegas ibu, abang dan adek memasuki ruangan pemeriksaan.
Tidak beberapa lama, ibu keluar dengan membawa secarik kertas resep obat. Lagi-lagi ibu harus kembali menunggu antrian obat, untung saja hanya sebentar. Setelah mendapatkan obatnya, saat itu juga ibu, abang, dan adek masuk kedalam mobil yang akan membawa mereka kembali kerumah.
Sampai dirumah jam menunjukan hampir jam 1 siang, perut ibu sudah melilit lapar, abang dan adekpun tampak kelelahan setelah sekian jam berlari-larian didalam ruangan di medical. Tiba-tiba ibu teringat tidak ada makanan apapun dirumah, gara-gara isi tabung gas habis sejak tadi pagi. Karena kompor tidak bisa menyala akhirnya ibu mengeluarkan alat memasak yang selama ini jarang ibu pakai, dikarenakan cara pemakaiannya yang boros listrik. Dulu sewaktu ibu masih tinggal di duri camp, ibu tidak pernah peduli dengan daya listrik dari setiap barang dirumah, karena perusahaan sudah menanggung biaya listrik dari masing-masing rumah yang ada di camp. Begitupun dengan pemakaian air bersih, begitu melimpah ruah air yang tersedia disetiap rumah, bagaimana tidak begitu, perusahaan mempunyai water treatment plant dengan standar luar negeri sendiri, kontras dengan penduduk sekitar camp yang kesulitan mendapatkan air bersih, dikarenakan kondisi geografis, dan juga kurang adanya perhatian dari pemerintah akan prasarana air bersih disana. Makanya ibu dan mungkin semua penghuni camp duri tidak pernah dipusingkan dengan listrik dan air. Tapi semenjak ibu pindah ke balikpapan, ibu mulai memperhatikan daya listrik dari masing-masing barang listrik dirumah, ibu tidak ingin biaya listrik membengkak hebat, jadi sedikit-sedikit ibu mulai belajar berhemat khususnya dalam pemakaian listrik dan air. Saat membuka kran air, air yang keluar tidak sederas biasanya, hanya sebesar jari kelingking, lama-kelamaan air menetes sesekali dan selanjutnya tidak sedikitpun air yang keluar dari kran itu. "Ya Alloh..." gumam ibu, saat itu ibu bisa merasakan bagaimana orang yang kesusahan mendapatkan air bersih. Saatnya menggunakan tandon air!
Ada nasihat yang diberikan beberapa teman abah dan ibu saat ibu memutuskan akan tinggal di balikpapan, yaitu membeli tandon air, dan genset. Dan inilah saatnya ibu mempergunakan tandon air yang abah beli saat pertama kali sampai dibalikpapan.
Air tandon mengalir terasa lebih dingin dari air sebelumnya. Panci listrik berdaya besar yang sudah lama tersimpan dilemari akhirnya terpakai juga hari itu. Ibu mengisinya dengan sedikit air, 2 bungkus mie instan dan beberapa telur ayam berserak disampingnya. Tidak ada pilihan lagi, ibu akan memasak mie dan telur-telur itu dalam panci listrik tersebut, membayangkannya saja perut ibu semakin melilit-lilit. Beberapa saat setelah menyambungkan kabel listrik lampu tanda memasak tidak menyala seperti biasanya. Ibu mencabut dan mencucukan kabelnya berkali-kali tetapi tetap lampu itu masih mati. "aduhh rus.... o..ow... jangan... jangan.." gumam ibu sambil menyalakan lampu kontak disebelahnya. Dan lampu save energy diatas ibupun ikut-ikutan mati, bibir ibu terasa kelu, setetes air mengalir dari sudut mata ibu. Perut ibu semakin melilit pedih. Welcome to the real world bu..!!
1 komentar:
Yang sabar ya.... ( sambil senyam senyum )
Posting Komentar