Seminggu setelah bang fathir genap berusia 6 tahun, gigi bawah abang mulai goyang.
"bu gigi bawahku sakit, goyang-goyang terus.." cerita bang fathir sambil mengaduh ketika ibu menyuapinya makan. "walah, coba bang ibu periksa.." sahut ibu sambil meraba-raba gigi bawahnya abang. Rupanya gigi tengah bawah memang sudah bergoyang, mungkin saatnya abang fathir dicabut gigi sudah tiba. Ibu langsung berfikir keras, gimana caranya abang mau dicabut gigi tanpa harus dipaksa dan tanpa meninggalkan trauma ya?
Tiba-tiba saja ibu ada ide, saat ibu kecil dulu ada hal yang menarik ketika ibu harus dicabut gigi, saat itu mamah dan apa-nya ibu bilang "kalau gigi atas yang dicabut, nanti giginya harus dikubur, biar tumbuhnya lurus kebawah, tetapi kalau gigi bawah yang dicabut, maka si gigi yang copot itu harus dilempar ke atas atap, biar tumbuhnya lurus keatas". Jadi setiap gigi ibu mulai goyang yang difikirkan ibu adalah melemparnya atau mengubur si gigi itu. Walapun sakit dan selalu menangis setiap saat gigi ibu dicabut, tetapi ibu menjadi tidak sabaran untuk segera melakukan ritual setelah pencabutan.
Dari situlah akhirnya ibu menceritakan kembali apa yg sudah ibu alami waktu kecil. Saat diceritakan hal tersebut hanya satu kata yg terucap dari mulut kecilnya : "aneh...!!!" komentar bang fathir sambil tersenyum lebar. Tetapi dari senyumannya itu ibu tahu bang fathir tertarik untuk segera melemparkan giginya ke atas atap rumah.
***
Hari Sabtu siang, abang fathir sudah berpakaian rapi. Tidak biasanya abang fathir mandi dengan cepat. "ayo bu, katanya mau ke dokter gigi.." seru bang fathir, "iya.. sebentar.. ibu cari surat pengantarnya dulu.." jawab ibu sambil tersenyum.
Jam 3 sore, ibu sudah sampai diklinik gigi, dan langsung mendaftarkan bang fathir. Karena tidak ada pasien, jadi bang fathir langsung dipanggil ke ruangan dokter gigi.
Sesampainya diruangan, bang fathir terlihat sedikit ragu, bang fathir memang belum pernah masuk ke ruangan dokter gigi. Untung saja Pak dokter dan asistennya ramah sekali, sambil diajak cerita, tau-tau gigi bang fathir telah tercabut. "tuh ga sakit kan.." sahut pak dokter sambil mengusap-usap rambut abang. Bang fathir hanya tersenyum memperlihatkan bantalan kain kasa kecil digigi bawahnya.
Gigi kecil yang yang sudah copot itu terbungkus plastik kecil, tangan bang fathir menggenggamnya erat. Sambil menjilati lelehan es krim yang ibu belikan sebagai hadiah, bang fathir berkata "bu, aku hebat kan.. ? abang ga nangis kan...?". "iya.. abang hebat, itu tandanya abang sudah besar. Besok lagi kalau gigi abang goyang, kita cabut lagi di om dokter yang tadi, om nya pandai jadi nyabut giginya ga bikin sakit." jawab ibu sambil memperhatikan arah jalan pulang. Bang fathir yang duduk disambing ibu, terus berbicara gak henti-henti memperlihatkan satu giginya yang hilang.
Sesampainya dirumah, abang langsung berlari keluar mobil, "ayo bu, kita lempar giginya ke atas.." teriaknya, "tapi ibu yang melempar yah..." lanjutnya lagi. "iya, ibu yang lempar kali ini, tapi nanti abang yang melempar sendiri yah..." seru ibu sambil melempar gigi kecil abang ke atas genteng. Dan bang fathirpun tertawa senang.
(adek nebeng pamer gigi juga yah..)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar